4/14/2006

Gudo dan Sang Pemabuk

Tersebutlah nama Gudo, dia merupakan pengajar di istana. Meski begitu dia sering melakukan perjalana menyendiri. Bahkan untuk menjadi pengemis sekalipun. Suatu kali dia melakukan perjalanan ke Edo, ia singgah di sebuah desa kecil bernama Takenaka. Saat itu telah malam dan hujan turun dengan derasnya. Tubuh Gudo basah kuyup. Sandalnya yang terbuat dari jerami menjadi rusak dan hancur. Di sebuah rumah gubuk ke desa itu, ia melihat ada empat atau lima pasang sandal di jendela, dan ia memutuskan untuk membeli beberapa pasang sandal yang kering itu.

Melihat pemandangan yang memprihatinkan ini, perempuan penjual sandal tersebut memintanya untuk bermalam ke rumahnya. Dan Gudo menerima tawaran itu sambil mengucapkan terima kasih. Ia kemudian dikenalkan kepada ibu wanita tersebut, dan kepada anak-anaknya. Melihat bahwa anggota keluarga tersebut mengalami depresi, Gudo menanyakan apa yang terjadi.
"Suami saya adalah seorang penjudi dan pemabuk," ibu rumahtangga itu menjelaskan. "Jika menang, ia akan mabuk-mabukan dan bertindak semena-mena. Bila kalah, ia akan meminjam uang dari orang lain. Kadang-kadang jika ia sedang mabuk berat, ia bahkan tidak pulang ke rumah. Apa yang harus saya lakukan?"

"Saya akan menolongnya," kata Gudo. "Ini ada sedikit uang. Tolong belikan saya sebotol arak dan makanan yang lezat. Lalu, anda boleh beristirahat. Saya akan bermeditasi di depan altar."
Ketika kepala rumah tangga itu pulang di tengah malam, dalam keadaan mabuk, ia berteriak, "Hai, isteriku, saya sudah pulang. Apakah kamu mempunyai makanan untukku?"
"Saya mempunyai sesuatu untukmu," kata Gudo. "Saya hampir terperangkap hujan dan isteri anda menawarkan kepada saya menginap malam ini. Sebagai balasan rasa terima kasih, saya membelikan sedikit arak dan lauk-pauk, jadi anda boleh saja
memakannya."
Pria itu kelihatan gembira. Ia dengan seketika meneguk arak itu dan membaringkan tubuhnya di lantai. Gudo duduk bermeditasi di sampingnya.

Pada keesokan pagi, ketika pria itu terbangun dari tidurnya, ia lupa akan kejadian tadi malam. "Siapakah anda? Dari manakah anda berasal?" ia menanyai Gudo, yang sedang bermeditasi.

"Saya adalah Gudo dari Kyoto, dan saya akan pergi ke Edo," jawab guru Zen itu.
Pria itu merasa sangat malu. Ia meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada pengajar istana.

Gudo tersenyum. "Segala sesuatu dalam hidup ini tidaklah kekal," ia menjelaskan. "Hidup sangatlah singkat. Jika anda terus-menerus berjudi dan mabuk-mabukan, anda tidak akan mempunyai waktu yang tersisa untuk melakukan kegiatan yang lain, dan dengan demikian anda akan menyiksa keluarga anda juga."

Pandangan si kepala rumah tangga itu terbuka seakan-akan terjaga dari mimpi. "Anda benar," ia mengaku. "Bagaimana saya harus membayar untuk ajaran anda yang sedemikian berharga ini! Marilah saya antarkan anda dan membantu
membawakan barang-barang anda hingga sebagian perjalanan anda."

"Jika anda menginginkannya," Gudo mengijinkan.
Kedua orang itu mulai berjalan. Setelah berjalan sejauh tiga mil Gudo menyuruhnya untuk kembali pulang. "Biarlah lima mil lagi," ia memohon kepada Gudo. Mereka pun melanjutkan perjalanan.

"Anda boleh kembali sekarang," Gudo menyarankan.
"Nanti, setelah sepuluh mil lagi," jawab pria itu
"Kembalilah sekarang," kata Gudo, pada saat mereka telah melewati jarak sejauh sepuluh mil.

"Saya akan mengikuti anda selama sisa waktu hidup saya," ungkap pria tersebut.

Dari cerita ini tekadang memang kita harus melihat seseorang bukan dari penampilannya. tetapi baigaimanapun rupanya seseorang tersebut dapat menjadikan seseorarang yang lainya sadar akan hidupnya.

Maka kawan, ada baiknya kita memahami dan mengerti apa yang harus kita lakukan...

0 Comments:

Post a Comment

<< Home