10/01/2006

Apa yang Abadi (Sebuah Tanggapan)

"Apa yang berharga pada tanah liat ini selain separuh ilusi? Sesuatu yang kelak retak dan kita membikinnya abadi"

Begitu yang ditulis oleh seseorang dalam comment-nya. Sebenarnya ini merupakan pernyataan yang agak optimistik dalam mengenal hidup. Memang kita dalam hidup seperti dilemparkan begitu saja ke dunia ini. Sehingga mau tak mau banyak diantara manusia atau bahkan semua manusia (insan yang terbuat dari tanah liat ini), bingung atau tak mengerti tujuan kita dibumi ini. Oleh karena itu, Martin Heideger pernah melontarkan sebuah pernyatan bahwa bila manusia seperti dilemparkan dalam rentangan waktu dengan ketakutan yang dahyat, mengetahui bahwa dia akan mati , lalu apa makna sejati dari waktu hidup manusia?, Jadi bukankah ia sesungguhnya adalah peziarahan hidup menuju kematian (Zein Zum Tode).

Tetapi semua itu merupakan sebuah keniscayaan dalam hidup. Bahwa dengan hidup kita tentu menjadi mati, dan dengan hidup pula kita kita bisa mewarnai. Hal ini tak lepas dari kodrat kita sebagai Homo Significant yaitu sang pemberi makna dalam hidupnya. Memberi makna ini dapat berupa apapun sesuai dengan bidangnya, maka jika ia adalah seorang seniman dapat melalui keseniaannya, Mahasiswa melalui ke-intelektual-isannya, dan sebagainya.

Untuk itu sangat diperlukan oleh seorang manusia dalam memahami perannya dalam kehidupan yang dia jalani ini. Dan dengan dasar ini tentu manusia tersebut tak akan mengalami (apa yang seperti dikatakan Heideger) Angst. Angst merupakan kondisi dimana manusia mengalami ketakutan yang amat sangat karena ketakutannya menghadapi kematian.

Jadi, kawan bukan karena kita ini tanah maka kita retak. Namun dengan menyadari keretakan itu kita dapat membuatnya Abadi dengan karya yang kita tinggalkan didunia. Oleh karena itu sudah kita membuat hidup ini abadi? that more important than the others.

1 Comments:

Anonymous Anonymous said...

-sebuah tanggapan dari mulanya tanggapan-

nampaknya anti-tesis Albert camus kepake di sini, dimana harap bukanlah lagi suatu marathon tanpa garis finish yang jelas atau bukanlah lagi suatu titik yang apabila dihampiri akan semakin menjauh.
kekuatan kata itu tajam, makannya comandante Marcos dari EZLN di bukunya ngomong word is swords! "a poem should be wordless/ like the flight of birds" statement dari Archibald Macleish.dan kau bisa mengartikan metafora itu sebagai apa, wordless.. tidak dari sekedar tulisan, tulisan hanya media, tapi keluar dari hati. sepakat ma apa yang kamu tanggepin dari kalimat tersebut, dan kata-kata tentang keberhargaan tanah liat yang kelak retak ini tadinya ditujukan lebih pada mengingatkan kesementaraan manusia. dan dari kesementaraan itu apa yang bisa bikin kita abadi, beberapa orang masih cari itu, dan ga sadar kalo itu adalah tujuan hidup mereka.
skalian teruluk salam dan terima kasih tentang tanggapan berpendapat, itu bukan lagi masalah buat aku.
salam kebebasan berpikir.

So here are you, and here am I

-bianda-

November 15, 2006 11:49 AM  

Post a Comment

<< Home