6/07/2006

Tanakung

Tanakung adalah seorang empu dari kerajaan Singasari, penulis kakawin ludhaka atau biasa disebut Siwatrikalpa. empu Tanakung hidup di kediri putra dari empu Raja Kusuma.

kakawin Lubdhaka yang menurut cerita diselesaikan pada tahun 1128 bercerita tentang Lubdhaka, seorang pemburu. layaknya seorang pemburu dia membunuh binatang untuk menghidupi keluarganya.

sampai suatu saat dia berburu, tetapi sampai hari menjelang petang dia tetap tidak menemukan hasil buruannya. maka berjalanlah dia kesebuah danau, dimana hewan sering berada disana untuk minum. dalam pikirannya hewan-hewan itu akan datang kesana. tetapi apa lacur tak seekor hewan pun datang ke sana.



di sebuah pohon dia berjaga mengamati danau tersebut. sesaat kemudian jatuhlah lingga Siwa dan dibawa oleh Lubdhaka kerumah. hari berganti hari dan tahun telah berganti. maka tibalah hari kematian Lubdhaka. seperti halnya pemburu seharusnya Lubdhaka haru memasuki alam bawa yaitu neraka, karena dalam ajaran budha memburnuh hewan merupakan dosa besar.

tetapi kejadian tersebut di ketahui Siwa dan disuruhlah anak buahnya menjemput Lubdhaka dari tangan dewa Yama. Yama tidak dapat menerima perlakuan yang diberikan oleh Siwa pada Lubdhaka karena berdasarkan cacatan hidupnya tak ada perbuatan baik yang tercacat.

akhirnya untuk mengaikiri pertengkaran antara Siwa dan Yama, Siwa mengataka bahwa ada perbuatan baik yang Lubdhaka lakukan sehingga dia diangkat ke surga, yaitu dia menyemba lingga Siwa. ibadah ini merupakan ibadah yang kuno sehingga dewa pun lupa pada ibadah ini.

cerita diatas menunjukan pada kita bahwa seseorang yang sering "jugde" sebagai orang pendosa belum tentu diatidak melakukan perbuatan baik. selama ini kita sering menganggap bahwa orang aneh, kuno dan semacamnya sebagai orang-orang yang tidak patut untuk didekati atau yang paling ekstrim kita jauhi dan kita musuhi.

tetapi kawan kita ini hiodup dlam keberagaman dan sudah sewajarnya keberagaman itu menjadi taman yang indah di kebun kita. terasa tak indah apabila dalam tama ini hanya ada sebauh bunga tetapi akan lebih indah bila terdapat bunga dengan warna, bau yang berbeda.

kita sering melihat sesuatu hanya dengan mata tanpa harus melihat lebih dalam. mata kita cenderung melihat hal-hal ragawi. padahal ragawi itu cenderung menipu diri. terkadang ragawi tampak lebih indah padahal jiwanya kosong tak berbentuk. jika melihat dengan jiwa maka kita temukan apa yang indah itu sebernarnya. kawan..................................

0 Comments:

Post a Comment

<< Home