10/21/2006

Berbicara atau Berpendapat, Siapa Yang Punya?

Bagian #3(Habis)

Sebenarnya masalah apakah perempuan tidak boleh banyak berbicara dan berpendapat merupakan masalah yang usang bila kita mendasarkan pada pendapat Rene Descrates, seorang filusuf Yunani. Dengan pendapatnya "Cognito Ergo Sum" bahwa setiap fenomena yang terjadi di sekitar kita harus ditemukan jawabannya. "Berfikirlah maka kamu ada" begitulah kira-kira Descrates mencoba untuk menerangkan kepada kita tentang banyaknya fenomena yang ada dan membutuhkan pemecahannya untuk menjadikan atau memperlihatkan ke-ADA-an kita sebagai manusia.

Berdasarkan pendapat Descrates tersebut maka dapat kita lihat bahwa hak untuk bicara dan berpendapat bukan hanya milik jenis kelamin tertentu, tetapi milik makluk hidup yang bernama manusia. Sehingga jenis kelamin bukan meruupakan faktor penentu seseorang boleh berbicara atau mengungkapkan pendapatnya tetapi lebih pada keinginan orang tersebut untuk mengungkapkan pendapatnya.

So, ketika perempuan menyuarakan hal-hal yang dialami dan berpendapat mengenai kondisinya maupun masyarakatnya merupakan sebuah keharusan. Patut disadari juga bahwa perempuan juga makluk ens rationalis maksudnya manusia sebagai makluk yang mampu menimbang tindakannya, keputusannya, dan memilih pilihan terbaik menurut nuraninya baik untuk dirinya maupun sesamanya, maka dengan demikian mereka dapat menggunakan rasionya (pikirannya) untuk menyuarakan apa-apa yang dipikirannya. Apalagi, kita juga homo significants yaitu makluk pemberi makna dalam kehidupan ini. Dengan inilah kita dapat menjadikan dunia ini menjadi nyaman dan menyenangkan untuk ditinggali. Lebih lanjut lagi, perempuan (berdasarkan pendapat Karl Mark) dianugerahi kemampuan verbal yang tinggi sehingga apa yang salah dengan permpuan yang berusaha mengeluarkan pendapatnya atau berbicara mengenai kondisi dirinya?.

Maka kawan sekarang bukan pada jenis kelamin kita mencoba untuk mengusik siapa yang harus ngomong. Tetapi pada kemamuan kita untuk berbicara dan berpendapat mengenai apaun yang kita rasakan. Adalah sebuah kecerobohan yang multlak bila kita melarang seseorang untuk berbicara dan berpendapat hanya karena jenis kelaminnya perempuan. Tuhan pun tak pernah membedakan makluknya menurut jenis kelamin untuk masuk ke dalam surganya. Jadi mengapa kita sebagai makluk ens rationalis dan homo significants mencoba mengurangi sebagian hak (dalam hal ini perempuan) untuk berpendapat dan berbicara. And at last, stand up and speak with your voice, girls.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home