12/23/2006

Perempuan (Bukan) Warga Kelas Dua


Dalam mitologi Yunani tersebutlah nama Pandora, dia merupakan perempuan pertama yang diciptakan di dunia ini. Proses penciptaan Pandora, sesuai dengan namanya yang berarti all gifted (semua anugerah) berawal dari perintah dewa Zeus kepada Hephaestus, dewa kesenian dan dia menciptakan Pandora menggunakan air dan tanah. Dalam perkembangan lebih lanjut, para dewa menganugerahinya banyak talenta seperti dewa Hermes yang memberikan dia kemampuan merayu, dewi Aphrodite memberikan Pandora kecantikan dan begitu seterusnya. Dan ketika Prometheus mencuri api surga, Pandora diutus oleh Zeus untuk mengoda Epimethius adik Prometheus. Pandora dibekali sebuah guci yang tidak boleh dibuka, tapi apa lacur karena keingintahuan Pandora yang cukup besar maka dibukalah penutup guci tersebut. Kemudian menyebarlah semua kejahatan ke seluruh dunia ini.

Demikianlah, bagaimana sebuah mitologi mempresentasikan figur perempuan. Perempuan disteoretifkan sebagai seorang yang pandai merayu, cantik dan lain-lain. Berdasarkan cerita Pandora diatas, perempuan diasumsikan sebagai penyebab munculnya seluruh kejahatan di dunia ini. Olehkarena itu, masyarakat memandang perempuan harus dikontrol dengan ketat sehingga tercipta diskriminasi terhadap perempuan.

Pandangan yang seperti inilah yang selama ini terus berada di benak masyarakat kita, maka tak salah bila perempuan kurang memperoleh peran yang penting dalam kehidupannya. Sebagai salah satu contoh, hanya beberapa perempuan yang menempati posisi yang tinggi di organisasi publik seperti bupati, anggota parlemen, dan lain-lain. Bentuk diskriminasi ini tidak hanya sebatas kurangnya peran perempuan disektor publik. Perempuan yang telah berada disektor ini pun tak luput dari diskriminasi sebagai contohnya buruh perempuan kurang mendapatkan perlindungan dalam bekerja, dan lain-lain.

Pembatasan peran seperti ini seakan-akan merupakan bentuk dari kontrol agar perempuan tidak menyebarkan kembali kejahatan seperti yang dilakukan Pandora.

Diskriminasi terhadap perempuan harus kita pahami sebagai bentuk pengucilan atau pembatasan bukanlah sebuah bentuk "kealamiahan peran". Selama ini, apa yang dialami oleh kaum perempuan dianggap sebagai bentuk "kealamiahan peran" sehingga masyarakat menggangap wajar diskriminasi terhadap perempuan. Hal ini tak lepas dari konstruksi gender dalam masyarakat itu sendiri. Perempuan dikontruksikan sebagai kaum yang lemah, emosional, mengurusi ruang domestik (rumah tangga) dan lain-lain sedangkan laki-laki dikontruksikan sebagai kaum yang perkasa, rasional, mengurusi ruang publik, dan lain-lain.

Penghapusan diskriminasi terhadap perempuan merupakan jalan bagi terciptanya tatanan yang adil dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan begitu kaum perempuan bukan dianggap lagi sebagai warga kelas dua (second sex). Hal ini patut dilakukan selain untuk menghapus anggapan tersebut juga untuk mengurangi dampak lanjutan dari diskriminasi itu sendiri seperti kekerasan terhadap perempuan, dan lain-lain.*****

0 Comments:

Post a Comment

<< Home