6/18/2006

Membatu Bisu

Pada batu
Ku berkata
"Kenapa engakau kaku dalam bisu"
Saat mentari memecah sinar
kebisuaan terus berarak menepi kesunyian

Pada hutan
Ku bertanya
"Sebesar inikah yang kau berikan"
Buian dalam hijau
Keintiman yang terlanggengkan

Ini sisa mimpi bukan harapan
Antara dunia
Kau bisakan cerita sumir yang terduga

Selesai .......
Basah
Membacah

Sebuah Pertanyaan

 Seorang kawan pernah bercerita hidup ini merupakan sebuah mimpi yang berwujud nyata. Tak terbayangkan bila ternyata kita sekarang bernafas, bergerak, dan lain sebagainya dalam kesemuan hidup itu sendiri. Pernyataan kawan saya ini mengetuk hati untuk merenungkan. Benarkah kita hidup dalam kesemuan dimana segala yang ada merupakan sebuah ketidakniscayaan ?. Belum juga pernyataan ini terjawab muncul pertanyaan yang lain yaitu adakah yang nyata didunia ini?.

Pertanyaan ini ternyata mungkin telah dikemukakan oleh Plato bahwa kita hidup dalam dunia ide dimana semua yang ada sekarang merupakan pancaran dari ide-ide yang telah ada sebelumnya. Saat ini terasa tak perlu untuk menjelaskan pendapat Plato dengan dunia ide-nya. Karena sudah terlalu sulit rasaanya aku menjelaskan pertanyaan ku sendiri.

Muncul pendapat bahwa apa yang ada didunia ini adalah kesemuan, tetapi kesemuan yang seperti apa?,dan ketidakniscayaan yang bagaimana itu mungkin yang harus dijelaskan. Untuk menjelaskan pertanyaan ini tentu akan memunculkan banyak kontroversi pendapat.
Untuk itulah ada baiknya kawan-kawan menuangkan pendapat mengenai pertanyaan ini. Banyak harapan ku untuk hal ini. Terimakasih........


6/17/2006

Mimpikah.....?!

" Ini bukan mimpi"
Kata-mu penuh semangat..
Padahal tak tahukah kau bahwa tipis batas antara mimpi dan nyata..

"Bukan"
Tegas-mu.
Penuh tawa ku berkata "tidakkah kau ingat bulan kemarin saat masih kau remas tangan ku
dan kau berkata mari kita jalani khayalan ini bersama"?.

Itu dulu, sekarang nyata telah menyelimuti diriku, sayang
Ucap-mu setengah berbisik

Dan aku dalam bisu berkeliling nyayian sair malam
Menunggu datang dirimu
berbekap mimpi sebuah ketidakniscayaan...

dan itu belum berakhir..
Terus ....
Dan ...
Berlanjut...


6/12/2006

Lagu Kebangsaan Belanda


Wilhelmus van Nassouwe
Ben ik van Duitsen bloed
Den vaderland getrouwe
Blijf ik tot in den dood
Een Prince van Oranjen
Ben ik vrij onverveerd
Den Koning van Hispanjen
Heb ik altijd geeerd.

Mijn schild ende betrouwen
zijt Gij, o God mijn Heer
op U zo wil ik bouwen
Verlaat mij nimmermeer
Dat ik doch vroom mag blijven
uw dienaar t'aller stondde tirannie verdrijven
die mij mijn hart doorwondt

Terjemahan

Akulah Wilhelmus dari Nassau
Yang berketurunan Jerman
Kepada tanahair aku berbakti
Sehingga hayatku yang terakhir
Akulah Putera OrangeBebas dan berani
Kepada Raja Sepanyol
Sumpah taat setia yang sejati.

Kaulah perisai dan ketaatan aku
O Tuhan, Tuanku
Aku akan membina di atasMu
Janganlah meninggalkan aku
Supaya aku akan kuat selalu
Sebagai hambaMu
Musnahkan tirani
Yang mencederakan hatiku

6/07/2006

Krana

Ini sebuah cerita Teman..
Bukan sebuah gujatan
Apalagi renungan..............
Tentu bukan,,,,

Duka dalam Tawa
Rona dalam bingkai
Dan mimpi tertunda...

Ohhh...
Biar hancur
Terlebur ..
pasah...membacah,,,

Ini jiwa bukan dogma
Legakan segala
Mahardhika... wahai wizuray-ku
Tutup mimpi..

Krana hidup itu mimpi
Dan nyata merupakan bagianya....
Lewati saja ...
Tatap dalam,

Surat Dari Pinggir Kota

Dear freinds....

Biarkan aku mulai bercerita. Walau terdenger seperti mengerutu ataupun mengeluh.. Biarkan dan dengarkan saja. Mungkin terasa aneh jika kau membacanya dan terasa tak perlu untuk menanggapinya. Tapi bagiku sudah cukup senag bila aku hanya didengar ataupun kau baca pesanku.

Aku tak tahu apakah sebuah takdir itu dirangkai oleh banyak jejaring kebetulan yang menjadikannya sebuah keniscayaan. Atau mungkinkah sebuah takdir berjalan melalui rel yang ditetapkan oleh-Nya ?. Tanpa ada jalan lain yang harus dilaluinya? Tanpa ada cabang lain yang terpilih diantaranya?

Jika, itu adalah kenyataan sebagai mana adanya. Maka apa arti kita ini berada kalau semua telah ditetapkan menurut rel yang ada?. Oleh karena itu masih pantaskah kita untuk bermimpi ? Karena semua telah ada takarannya.. Semua telah ada jalannya..

Untuk temanku yang hidup diataraku.....

Tak perlu kau tanggapi pertanyaan itu.. Tak pelu kau jawab itu.. Anggap hanya seorang yang bodoh menanyakan jalan yang telah dilaluinya bertahun-tahun.

Ohh...
Kurasa culup sudah aku menuliskan sebuah surat untuk-mu. Cukup dan kuharap engkau mempunyai cukup waktu untuk membalasnya...

Tanakung

Tanakung adalah seorang empu dari kerajaan Singasari, penulis kakawin ludhaka atau biasa disebut Siwatrikalpa. empu Tanakung hidup di kediri putra dari empu Raja Kusuma.

kakawin Lubdhaka yang menurut cerita diselesaikan pada tahun 1128 bercerita tentang Lubdhaka, seorang pemburu. layaknya seorang pemburu dia membunuh binatang untuk menghidupi keluarganya.

sampai suatu saat dia berburu, tetapi sampai hari menjelang petang dia tetap tidak menemukan hasil buruannya. maka berjalanlah dia kesebuah danau, dimana hewan sering berada disana untuk minum. dalam pikirannya hewan-hewan itu akan datang kesana. tetapi apa lacur tak seekor hewan pun datang ke sana.



di sebuah pohon dia berjaga mengamati danau tersebut. sesaat kemudian jatuhlah lingga Siwa dan dibawa oleh Lubdhaka kerumah. hari berganti hari dan tahun telah berganti. maka tibalah hari kematian Lubdhaka. seperti halnya pemburu seharusnya Lubdhaka haru memasuki alam bawa yaitu neraka, karena dalam ajaran budha memburnuh hewan merupakan dosa besar.

tetapi kejadian tersebut di ketahui Siwa dan disuruhlah anak buahnya menjemput Lubdhaka dari tangan dewa Yama. Yama tidak dapat menerima perlakuan yang diberikan oleh Siwa pada Lubdhaka karena berdasarkan cacatan hidupnya tak ada perbuatan baik yang tercacat.

akhirnya untuk mengaikiri pertengkaran antara Siwa dan Yama, Siwa mengataka bahwa ada perbuatan baik yang Lubdhaka lakukan sehingga dia diangkat ke surga, yaitu dia menyemba lingga Siwa. ibadah ini merupakan ibadah yang kuno sehingga dewa pun lupa pada ibadah ini.

cerita diatas menunjukan pada kita bahwa seseorang yang sering "jugde" sebagai orang pendosa belum tentu diatidak melakukan perbuatan baik. selama ini kita sering menganggap bahwa orang aneh, kuno dan semacamnya sebagai orang-orang yang tidak patut untuk didekati atau yang paling ekstrim kita jauhi dan kita musuhi.

tetapi kawan kita ini hiodup dlam keberagaman dan sudah sewajarnya keberagaman itu menjadi taman yang indah di kebun kita. terasa tak indah apabila dalam tama ini hanya ada sebauh bunga tetapi akan lebih indah bila terdapat bunga dengan warna, bau yang berbeda.

kita sering melihat sesuatu hanya dengan mata tanpa harus melihat lebih dalam. mata kita cenderung melihat hal-hal ragawi. padahal ragawi itu cenderung menipu diri. terkadang ragawi tampak lebih indah padahal jiwanya kosong tak berbentuk. jika melihat dengan jiwa maka kita temukan apa yang indah itu sebernarnya. kawan..................................

Percakapan





Jauh terdengar lenguhan...
kau berkata...
Sudah....
Ujar-mu yang tersengal
"jangan, mimpi sudah dekat, asa telah terharap
dan kelam tersibat"
Heii....
kata-ku dalam desak nafas mengharu
"kenapa tak kau biarkan aku menunggu dan menyelesaikan langkah-ku"
dalam mega yang merona jingga

"telah berlalu semua tak perlu ada yang musti tertinggal"
saat luruh kicau burung di padang rumput

Bukan.. itu bukan AKU..
Tegas-ku menekan lidah yang terbata
"ini bukan aku, kau atau mereka"
Semua harus mengalaminya

Cinta dalam gita?
Tanya-mu mengulum
Bisa....!!
Jawab-ku pasrah

Suah telah terpasang
laut membiru
Bumi menghijau
dan kau tetap membara
menahan amarah?!!!!
Keluh-mu berguman ruih

Tak..
sesingkat ini jawab-ku
ku-lanjutkan kaki melangkah
kubiarkan dia berjalan menginjak bayang-ku
dan terus saja begitu

6/02/2006

Jangan Matikan Lampu Di Kamar Kerja Saya

“Kebahagian bukan tujuan, tapi sebuah perjalanan”
(Margareth Lee Runbeck, 1905 – 1956)



Sedih, meratap, sedu-sedan, tangisan ataupun sekedar meneteskan air mata. Orang Islam akan langsung mengucap innalillahi wa inna’illaihi roj’iun, segala sesuatu berasal dari allah dan akan kembali kepadanya. Atau kita mengungkapkan melalui bahasa yang katanya lebih “beradab” dengan ash to ash, dust to dust. Yang bermakna bahwa segala sesuatu akan berakhir atau kembali seperti awal penciptaanya.
Memang sebuah kematian akan selalu menjadi tragedi bagi manusia. Oleh karena itu kematian dapat diartikan sebagai sebuah keniscayaan hidup, dengan kata lain seorang mahasiswa tak akan lengkap menjadi sarjana tanpa melewati sebuah proses wisuda, maka tak lengkap seseorang menjadi manusia tanpa melewati kematian. Keniscayaan tersebut menjadikan kita mensyakralkan sebuah kematian dengan berbagai ritual, upacara, dan lain-lainnya. Keniscayaan itulah yang menjadikan kita siap ataupun tidak harus dengan lantang menghadapinya.
Ketika kematian merupakan sebuah kepastian harus kita lewati, lalu bagaimana kita memaknai sebuah kematian itu? Selain itu tak lepas juga bagaimana kita mengartikan hidup?.
Martin Heideger pernah melontarkan pertanyaan tajam mengenai ini “bila manusia seperti dilempar dalam rentangan waktu dengan ketakutan dasyat bahwa ia akan mati, lalu apa makna sejati waktu (peziarahan) hidup manusia?. Bukankah ia sesungguhnya adalah peziarahan hidup menuju kematian (Sein Zum Tode)?”
Nah, kematian diambang batas akhir waktu itulah yang mencemaskannya!!. Mengapa? jangan-jangan ia datang begitu saja. Jangan-jangan ia hadir menjemput begitu saja?. Maka cemaslah manusia dan masuk dalam (yang disebut Heideger) Angst (ketakutan dasyat berhadapan dengan kematian manakala menyadari waktu rentang hidupnya menuju ke sana).
Kematian merupakan kepergian dari sebentuk raga dan kematian tak akan dapat menghilangkan roh/spirit/semangat dari raga ketika masih hidup. Spirit tersebut akan terus hidup walau raga telah mati. Bahwa gagasan berharga yang ditinggalkan oleh raga akan terus diperjuangkan oleh raga-raga (orang) yang lainnya. Dan inilah membuat kematian kita serasa lebih mudah dihadapi dan ditatap dengan mata berbinar. Dan karena inilah kematian kita akan menjadi tragedi bagi manusia.
Kematian St Valentine, seorang imam Katolik dari Roma, layak untuk diungkapkan kembali. St Valentine hidup pada jaman kekaisaran Claudius II yang ingin mengembangkan sayap kekuasaannya dengan mengharuskan para pria lajang bergabung dalam bala tentara Roma. Karena ambisi Claudius II tersebut, akhirnya pernikahan pun tidak diizinkan sehingga banyak laki-laki yang pergi ke medan peperarangan.
Valentine secara diam-diam memberkati beberapa pasangan yang ingin menikah, tanpa mengindahkan ancaman yang diberikan oleh Claudius II. Akhirnya Valentine tertangkap dan dijatuhi hukuman mati. Pada saat menunggu prases hukuman mati berikan, Valentine jatuh cinta pada anak seorang penjaga penjara yang buta (pada saat itu tidak ada aturan imam katolik untuk selibat). Dan sebelum dijatuhi hukuman mati Valentine menulis sepucuk surat kepada gadis tersebut. Dalam akhir suratnya tertulis “from your Valentine”. Dia meninggal dunia pada bulan February tahun 270.
Terlepas dari bentuk penghormatan kepada St Valentine sekarang ini melalui perayaan hari Valentine, yang perlu dipahami adalah keberanian St Valentine menentang kebijakan yang dianggap olehnya salah. Hal inilah yang menjadikan kematiannya berharga dan dihormati oleh manusia sesudahnya.
Kawan, pertanyaan yang muncul bukan lagi sudah siapkah kita menghadapinya atau apakah terjadi Angst dalam diri kita? tapi sudah layakkah kita meninggalkan dunia ini untuk menghadap yang Esa (siapapun namanya)? Karena kematian menjadi sebuah tragedi bila kita telah memberikan sebuah spirit dalam kehidupan. Spirit itulah yang membuat roh tetap hidup walau raga kita telah mati. Jadi, sudah pantaskah kita berpesan seperti Harry Roesli “Jangan matikan lampu dikamar kerja saya”?!!!.